Kupang, hotfokus.com
Komite II DPD RI melihat percepatan pembangkit listrik berbasis sampah atau (PLT Sampah) melalui kewenangan provinsi dan kota untuk mengolah sampah menjadi energi yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) adalah suatu kerugian. Karena teknologi adalah cara paling efektif yang mampu dipakai untuk menyelesaikan permasalahan sampah.
Hal tersebut terungkap dalam rapat Komite II di Kantor Perwakilan DPD RI Nusa Tenggara Timur, Selasa (10/10). Kunjungan ke NTT dilakukan dalam rangka Pengawasan UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU No.7 Tahun 2016 tentang perlindungan Nelayan, Pembudidayaan Ikan dan Petambak Garam.
Turut hadir I Kadek Arimbawa Wakil Ketua Komite II DPD RI bersama anggota Komite II M. Saleh, Rahmiyati Jahja, Ibrahim Agustinus Medah, Aceng Fikri, M. Syukur, Tellie Gozelie, Mesakh Mirin, Asmawati, Malonda SP, juga hadir Alexander Sena Asisten 2 Sekda NTT, Dinas dari KKP, KLH, ESDM, Hartono Direktur PT. Garam dan tokoh masyarakat.
Siaran pers Sekretariat Jenderal DPD RI menyebut, I Kadek Arimbawa senator Bali mengatakan bahwa saat ini sampah di kota dan daerah menjadi permasalahan yang krusial. Banyak penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) namun belum ada teknologi pengelolaan yang mumpuni.
“Masalah sampah masalah krusial terutama di provinsi dan daerah yang sedang membangun, diperlukan solusi yang dalam pengelolaannya,” ujar Arimbawa saat membuka rapat.
Di Jakarta sampah berjumlah 600-700 ton perharinya. Investasi teknologi pengolahan sampah sangat mahal mencapai Rp 1,4 triliun. Bagi pemerintah pusat, anggaran sebanyak itu bukan masalah besar, beda dengan daerah. (kn)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *