SURAT TERBUKA
Marwan Batubara
Direktur IndonesianResourcess Studies – IRESS
Untuk Menko Perekonomian RI
Darmin Nasution.
Jakarta, 24 Maret 2016
Kepada Yth:
Bapak Darmin Nasution
Menko Perekonomian
di
Jakarta
Perihal: Perihal Harga BBM dan Pengembangan EBT Berkelanjutan
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bapak Menteri yang kami hormati,
Bersama ini kami sampaikan beberapa usulan untuk menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam memperbaiki kebijakan harga BBM dan pengembangan EBT ke depan.
Pertama, dengan terus berfluktuasinya harga minyak dunia dan kurs Rp terhadap US$, pemerintah perlu mengambil langkah yang tepat atas penetapan harga BBM dalam beberapa hari ke depan. Dalam hal ini, meskipun formula harga BBM telah ditetapkan dalam Perpres No.191/2014, implementasinya dapat saja disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang berkembang. Untuk itu pemerintah mungkin tidak perlu menurunkan harga BBM dalam waktu dekat, mengingat terus naik naiknya harga minyak dunia, sudah cukup rendahnya harga BBM saat ini dibanding harga komoditas/jasa lain, dan juga rendahnya harga BBM Indonesia dibanding harga BBM di negara lain. Jika pun harus menurunkan harga BBM, penurunannya tidak perlu terlalu besar, sebesar nilai yang diperoleh dari formula yang ada.
Kedua, pemerintah perlu memperhatikan aspek stabilitas ekonomi dan keamanan pasokan BBM dalam membuat kebijakan harga dalam jangka pendek. Faktanya, penurunan harga BBM pun tidak signifikan pengaruhnya terhadap penurunan harga barang dan jasa lainnya, antara lain akibat kurangnya kemampuan pengawasan dan pengendalian oleh pemerintah. Sebaliknya, dengan tren harga minyak dunia yang terus naik, harga BBM berpotensi akan ikut naik, yang pada gilirannya akan memicu kenaikan harga barang dan jasa lain, serta inflasi. Namun jika harga BBM dalam waktu dekat tidak diturunkan, dalam 3 bulan ke depan pun harga BBM dapat dipertahankan untuk tidak naik, sehingga potensi penaikan harga barang dan jasa lain dapat dieliminasi.
Ketiga, sejalan dengan kebijakan di atas, pemerintah perlu mengumumkan secara transparan kepada publik perihal tabungan/akumuluasi dana yang diperoleh akibat adanya selisih harga jual BBM dengan harga beli minyak dunia (MOPS) dalam 3 bulan terakhir. Tabungan tersebut adalah milik rakyat dan seharusnya dikembalikan kepada rakyat. Salah satu cara yang tepat untuk mengembalikan dana tersebut kepada rakyat adalah dengan menerapkan skema dana stabilisasi, dimana tabungan tersebut digunakan untuk mempertahankan harga BBM tidak naik (atau dalam level yang rendah) saat harga minyak dunia kembali naik signifikan.
Keempat, pemerintah perlu menerapkan pita (band) harga BBM yang memiliki batas atas dan batas bawah, yang dikombinasikan dengan pemberlakuan skema dana stabilisasi.
Untuk itu pemerintah perlu segera menetapkan pemberlakuan skema dana stabilisasi dalam suatu peraturan baru (Perpres) yang sumber dananya berasal dari selisih harga beli minyak dunia dengan harga jual BBM.
Usul ini didasarkan pada fakta bahwa saat ini kebijakan harga BBM terkesan tidak konsisten dan memberatkan masyarakat miskin. Ketika harga minyak dunia tinggi, pemerintah cenderung mengikuti harga pasar. Namun ketika harga minyak dunia rendah, pemerintah tidak ingin mengikuti harga pasar.
Kelima, penentuan formulasi harga BBM saat ini dinilai belum transparan berkaitan dengan harga keekonomian BBM, dan patokan harga MOPS. Menurut salah satu peserta FGD, penggunaan MOPS yang digunakan selama ini harus diperjelas kembali filosofinya.
Keenam, sejalan dengan butir keempat di atas, diusulkan agar formula perhitungan harga BBM didasarkan flat price minyak. Penetapan harga BBM tidak lagi merujuk harga MOPS, melainkan berdasarkan harga asumsi APBN (ICP). Harga ICP di APBN dibuat berdasarkan kesepakatan pemerintah dan DPR, sehingga mempunyai basis yang lebih kuat.
Ketujuh, penentuan harga energi sangat sensitif terhadap stabilitas ekonomi. Sebagai komponen penting ekonomi negara, INDEF berpendapat pemerintah seharusnya setiap tahun menentukan kebijakan-kebijakan prioritas seperti kebijakan energi, bersamaan dengan mendesain kebijakan fiskal, bukan melakukan evaluasi harga BBM setiap tiga bulan sekali. Pemerintah cukup menentukan sekali dalam setahun sebagaimana perumusan harga minyak di APBN (ICP).
Kedelapan, pemerintah perlu membuat aturan khusus tentang subsidi yang komprehensif. Dalam kondisi keuanan negara yang terbatas target utamanya adalah menerapkan pola subsidi yang antara lain tepat sasaran, adil dan berkelanjutan. Sektor-sektor yang perlu tetap disubsidi antara lain adalah angkutan publik dan angkutan barang, serta penegmbangan dan produksi EBT.
Kesembilan, direkomendasikan agar harga BBM ditetapkan berdasarkan suatu kebijakan harga yang telah mempertimbangankan secara komprehensif aspek-aspek ketahanan energi yang meliputi availability, accessability, affordability, simplicity dan sustainability. Harga BBM mestinya ditetapkan tidak bersifat reaktif dan berlaku secara temporer jangka pendek. Untuk itu perlu disiapkan rencana dan program jangka pendek untuk mengatasi perubahan supply-demand yang mendadak, dan rencana jangka panjang yang berhubungan dengan investasi yang tepat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan lingkungan.
Kesepuluh, sejalan dengan implementasi PP No.79/201, pemerintah perlu membuat road map dan blue print energi yang menjadi guidance dan rujukan untuk menjalankan program-program yang berkelanjutan dalam mengembangkan dan menyediakan energi nasional. Lebih lanjut, diperlukan revolusi energi karena kita akan menghadapi krisis energi yang akan terjadi.
Kesebelas, strategi penyediaan BBM dan EBT harus dibedakan menjadi jangka pendek dan jangka panjang. Dalam strategi jangka pendek, subsidi BBM harus terus menurun. Dalam strategi jangka panjang, program diarahkan pada kemandirian energi berupa penaikan volume produksi minyak dan membangun kilang. Berikutnya adalah menaikkan volume EBT terutama melalui pemanfaatan potensi panas bumi dan solar sel.
Keduabelas, subsidi energi harus difokuskan pada penyediaan energi yang bersifat jangka panjang, berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta mempu menciptakan lapangan kerja, yakni EBT. Pemerintah perlu fokus dan serius mengembangkan EBT antara lain melalui penyusunan road map dan blue print serta program-program yang berkelanjutan yang didanai oleh APBN. Bahkan ada pendapat yang mengusulkan agar penegmbangan EBT berjalan efektif, maka Indonesia perlu kembali menerapkan GBHN.
Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menjelaskan masukan tersebut, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Hormat Kami,
Marwan Batubara
Indonesian Resources Studies, IRESS
Sumber Photo : www.suara-islam.com
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *